perkembangan moral remaja

1. Landasan Teori
Menurut Rogers (Ali:2010) Moral merupakan kaidah Norma dan Pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang di tentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebgai anggota sosial. Moralitas merupakan sosial secara harmonis,adil,dan seimbang. Perilaku Moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan , ketertiban, dan keharmonisan.
Menurut Piaget (Hurlock:1978) , perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama,disebut piaget ”tahapa realisme moral” dan Tahap kedua disebut “tahap moralitas otonomi” atau “ moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik”. Dalam tahapan pertama,perilaku anak di tentukan oleh ketaatan otomatis tehadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Dalam tahapan kedua perkembangan moral ini bertepatan dengan “tahapan operasi formal” dari Piaget dalam perkembangan kognitif , tatkala anak mampu mempertimbangkan semua cara hipotesis dan dalil.
Menurut Kohlberg (yusuf:2005) , tahap perkembangan moral ketiga, moralitas pascakonvesional(postconventional morality) harus dicapai selama masa remaja. Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap.
Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral apabila hal ini mengumpulkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan idela yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat pada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Menurut Thomas (Monks,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadiPerkembangan pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral berikutnya yang disebut dengan tahap pasca konvensional/dimana orisinalitas pemikiran moral remaja sudah semakin tampak jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata-pranata yang bersifat konvensional.
Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak dan khususnya remaja.
Menurut Mitchell( Abdulkarim:2005) telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
1. Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
2. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Menurut Carol Gilligan (Melly :1982) berpendapat bahwa teori Kohlberg lebih mementingkan peran laki-laki. Menurut Gilligan, wanita tidak terlalu banyak memandang moralitas dalam kerangka keadilan dan kesetaraan tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk menunjukkan kasih sayang dan menghindari hal yang membahayakan. Anak perempuan di awal masa remaja memang cenderung menekankan pada perhatian yang berkaitan dengan pertanya terbuka: “Seberapa pentingkah menepati janji terhadap teman?” dan dilema moral yang dipilihnya sendiri terkait dengan pengalaman mereka.
Menurut Selman (Faust:1971),pemikiran bahwa tindakan menyimpang terhadap suatu hubungan interpersonal yang baik dapat dimaafkan. Seperti dalam kasus tindakan mencuri, merampok, dapat dimaafkan apabila tindakan tersebut dilakukan untuk menolong nyawa orang yang sangat dicintai yang berada dalam keadaan kritis. Hal ini menunjukkkan adanya kemampuan ahli peran. Selman mengatakan “… when this ability is acquired (role taking-penulis), the individual is capable of stage 3 thought …”. Pemikir tahap tiga menilai tindakan apakah sebagai suatu moral yang buruk dari persetujuan orang lain. Untuk ini seseorang harus mempunyai kemampuan mengantisipasi hal-hal yang disetujui atau tidak disetujui orang lain dan hal-hal yang dapat menimbulkan kemurkaan. Sifat-sifat egois ditransformasi kepada pemerolehan persetujuan, walaupun sifat-sifat egois tersebut belum hilang sama sekali.a-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Menurut Haditono (Karso :1984) berpendapat sama dengan Kohlberg bahwa remaja seyogianya mencapai tingkat perkembangan moral tingkat pasca konvensional. Mendasarkan pencapaian moral judgment remaja pada karakteristik remaja yang masih mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi, walaupun penilaian-penilaian moral mereka belum berasal dari kata hati. Dengan karakteristik mereka ini, remaja seharusnya mencapai perkembangan moral tahap lima. Mengenai pendapat Kohlberg, ia mengemukakan dengan tegas bahwa “… moralitas pasca konvensional harus dicapai selama masa remaja.”
Jhon Dewey(Kohlberg:1995) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral.
a. Tahap Pramoral
Ditandai bahwa anakbelum menyadari keterikatan pada aturan.
b. Tahap Konvensional
Ditandai dengan perkembangannya kesadaran akan ketaatan pada aturan.
c. Tahap Otonom
Ditandai dengan perkembangan keterkaitan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas analisis.

2. Pengertian,Tahap Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Dalam mengembangkan Moral anak , peranan orang tua sangatlah penting,terutama pada waktu masih kecil. Nilai-nilai moral itu, seperti:
a) Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b) Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
a) Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b) Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c) Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d) Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e) Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi .
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode perilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.

3. Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan moral remaja
Menurut pada ahli psikosinalisis disamping faktor faktor kognitif,faktor lingkungan sosial penting artinya bagi perkembangan moral remaja.remaja menjadikan orang tua maupun orang dewasa lainnya sebagai model atau melatih mereka langsung mengenai moral.melatih remaja tentang moral dilakukan melalui disiplin yang dilakukan orang tua terhadap remaja.
1) Orang tua/guru sebagai model
Menurut freud(dusek,1977)baik remaja pria maupun wanita peniru tingkah laku orang tua(yang sejenis)adalah karena keinginan untuk menjadi seperti orang tua,anak laki laki ingin seperti ayahnya dan anak perempuan ingin seperti ibunya,peniruan terhadap orang tua bukan karena takut tidak diterima,selanjutnya bronfenbremer(1960)mengemukakan bahwa seoran remaja meniru seluruh atau sebagian aspek aspek tingkah laku orang tua

2) Disiplin yang diberikan orang tua
Dari berbagai penelitian yang dilakukan hoffman dan saitzlein tentang hubungan antara disiplin orang tua dan perkembangan moral remaja dapat disimpulkan sebagai berikut
a) Orang tua yang menonjolkan kekuasaan dalam mendisipilnkan remaja,dapat melemahkan perkembangan moral remaja
b) Orang tua yang menerapkan disiplin penarikan cinta,menimbulkan pengaruh yang buruk atau agresif bagi perkembangan remaja
c) Orang tua yang menerapkan displin induksi dam mendisplinkan remaja meningkatkan perkembangan moral
3) Interaksi dengan teman sebaya
Piaget menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya dan kemampuan bermain peranan meningkatkan perkembangan moral remaja(dusek,1977).interaksi dengan teman sebaya dan kemampuaan bermain peran terjadi karena telah dikuasainya kemampuan”role taking”,yaitu kemampuan memahani sesuatu atau peristiwa dari sudut pandangan orang lain,misalnya,remaja yang memiliki kemampuan role taking tinggi,dapat memahami kekecewaan temannya kalau pacar temannya diakrabinya secara berlebihan.

4. Usaha usaha guru dan orang tua dalam mengembangkan moral remaja
Menurut piaget dan kohlberg mengembangkan empati sebagai unsur afeksi,sangat penting bagi perkembangan moral anak.anak perlu dilatih dan diberi pengalaman untuk dapat merasakan sesuatu menurut pandangan orang lain(Duska&whelen,1982;105).dengan demikian pada diri anak akan terbentuk tanggung jawab untuk dapat merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain.”role playing”(bermain peran)merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan guru untuk melatih empati anak karena anak diberi kesempurnaan untuk berperan sebagai orang lain yang sedang dimainkan.
Sementara itu furhmann(1990;410)mengemukakan perkembangan moral dapat dibantu melalui usaha pendidikan.pendidikan moral perlu diberikan disekolah,disamping diberikan oleh orang tua dirumah.sejalan dengan itu ryan(furhmann,1990)mengatakan bahwa pendidikan moral disekolah merupakan tanggung jawab guru,guru bertanggung jawab membantu remaja untuk menemukan nilai nilai yang dapat diserap sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja dan untuk hidup secara layak dalam masyarakat.
Dalam memberikan pendidikan moral Duska&whelen(1982;j13) mengemukakan pedoman praktis yang dapat digunakan oleh guru,yaitu sebagai berikut;
a) Menciptakan kelas sebagai lingkungan yang membuat siswa dapat hidup dan belajar bersama dalam suasana hormat menghormati dan suasana aman.
b) Beri siswa kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam menentukan aturan aturan kelas.
c) Pilihlah hukuman yang ada hubungannya dengan pelanggaran,dan bila mungkin,hukuman yang diberikan dapat memperlihatkan akibat dari perbuatan siswa terhadap kelompok.
d) Bedakan antara kritik terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan pelajaran dan kritik terhadap tindak tanduk,antara aturan tata tertib sekolah dengan aturan aturan tentang keadilan dan hubungan antar manusia.
e) Dalam bercerita dan berdiskusi tentang pengalaman sehari hari,bantulah anak anak memikirkan perasaan orang lain,baik yang benar benar terjadi maupun yang fiktif.